Menuntut Ilmu di Kampung Inggris dan Gunung Semeru
Prinsip hidup tentang “Kita hidup
hanya sekali dan hiduplah pada
sesuatu yang ingin kamu ingat” telah membawa saya ke tempat yang telah mengubah
cara saya melihat dunia. Belajar di Kampung Inggris dan pendakian Gunung
Mahameru merupakan proses turning point
saya dalam merasakan apa arti hidup yang sebenarnya. Pada dasarnya proses ini dimulai saat
kegelisahan saya akan pentingnya
kemampuan berbahasa inggris di dunia global dan rasa penasaran saya tentang
hal-hal baru yang tidak dapat terbendung lagi. Bermodalkan internet dan berita dari
teman saya akan tempat belajar bahasa inggris yang bagus telah membawa saya ke tempat yang bernama Kampung
Inggris.
Kampung Inggris adalah sebuah julukan untuk tempat di Pare, Kediri yang memiliki lebih dari 50 lembaga kursus bahasa inggris dan lebih hebatnya ternyata tidak hanya bahasa inggris melainkan juga ada kursus bahasa Arab, Jepang, Mandarin, Korea, dan Prancis. Tempat ini juga merupakan tempat penulis terkenal Ahmad Fuadi menimba ilmu bahasa arab dan bahasa inggris loh jadi dalam bayanganku tempat pasti keren.
Pada bulan Desember 2014 setelah menyelesaikan ujian, saya berangkat ke Kampung Inggris dengan menggunakan kereta dari Stasiun Senen . Di dalam perjalanan saya sempat berpikir apakah pilihan yang saya ambil tepat?. Namun pemikiran itu langsung dipatahkan oleh besarnya rasa ingin tahu saya yang membuat diri tidak ragu dalam mengambil keputusan. Padahal dibalik rasa ingin tahu itu ada rasa cemas, labil, dan juga takut yang saling melengkapi. Di tengah perjalanan pun tiba-tiba saya ingat suatu quote yang berkata “It would be shame if we didn’t finish what we had started” dan tentu diantara kita tidak ada yang mau menjadi seperti itu dan begitu pun juga saya.
Setelah perjalanan 14 jam sampailah saya di Kediri dan langsung menuju Kampung Bahasa dengan menggunakan ojek. Di pagi itu saya langsung menuju Lembaga Kursus yang saya pilih untuk mengurus jadwal kelas dan tempat saya tinggal. Dari lembaga tersebut memberikan tiga kelas utama di setiap hari dan tempat asrama yang memiliki aturan harus berbincang dengan bahasa inggris dalam kesehariannya. Ada lagi keunikan lembaga ini adalah selain memberikan kelas utama tiap harinya ada juga kelas tambahan yang diberikan secara cuma-cuma bagi pelajar yang ingin mengisi waktu luangnya. Saya pun mengatur jadwal belajar saya dimulai dari jam 5 pagi hingga jam 5 sore. Kira-kira di setiap harinya saya mengikuti tiga kelas utama dan tiga kelas tambahan yang materinya sangat berguna untuk perkembangan bahasa inggris saya. Belajar di Kampung Inggris pun menjadi menyenangkan karena mentor yang merangkap menjadi guru kelas yang saya ambil masih ada yang mahasiswa juga atau dibilang masih muda-muda sehingga memudahkan saya diajak diskusi dan juga melakukan ajang tanya jawab. Ditambah lagi lokasi tempat belajar di outdoor yang menjadi ciri khas dari metode pembelajaran di sini. Saya pun merasakan keberagaman yang luar biasa karena pelajar yang datang untuk meningkatkan ilmu bahasa inggris berasal dari berbagai daerah dari pulau jawa sampai luar pulau jawa.
Di dalam kelas ada tiga metode terapi belajar yang sangat cocok saya ceritakan kepada teman-teman semua.
Di sana pun saya tidak hanya belajar namun membangun pertemanan baru
dengan masyarakat di sana guna untuk menanyakan informasi tempat makan yang
murah meriah, tempat beli alat tulis, hingga tempat sewa sepeda. Jadi karena
jarak antar kelas tidak selalu berdekatan maka diperlukan alat transportasi.
Sepeda dapat disewa dengan paket sewa 1 minggu,2 minggu,ataupun 1 bulan. Namun
ada cerita lucu saat saya meminjam sepeda. Saya mengunjungi tempat rental
sepeda dan menanyakan harga penyewaannya yang memang sangat variatif sesuai dengan sepeda yang ingin kalian pakai.
Makin kece sepedanya makin mahal dong harganya. Sistem peminjaman sepeda harus
menitipkan KTP asli. Oh my God.hal ini sontak membuat aku takut karena ya kali
KTP asli kita titipin ke orang. Namun ibu itu meyakinkan saya dengan menunjukan
segepokan kumpulan KTP yang ia miliki yang kalau dihitung-hitung ada kali lebih
dari 100 KTP di sana. Lalu saya nanya saja ke ibunya kalau saya ditanya polisi
tentang KTP saya “Apa yang harus saya lakukan Bu?” Tanya saya. Ibu itu menjawab
“Santai dek wess bawa aja polisi di mari Ibu pasti kenal ama semua polisi di
Kediri. ”Ett dah...Si Ibu ciamik banget yak. Entah aku harus menanggapi itu
sebagai lelucon ataupun informasi yang harus kupercayai. Yasudahlah karena saya
butuh saya titipin deh KTP saya. Memang di sini masih terasa sekali nuansa
kearifan lokal pedesaan ditambah dengan kondisi yang masih sejuk, nyaman, dan
memegang teguh rasa saling percaya satu sama lain.
Pertemanan yang saya bangun pun menjadi semakin luas hingga salah seorang teman kelas saya menawarkan untuk mendaki gunung. Wahh karena saya penasaran saya tinggi maka saya mau saja diajak untuk gabung. Saya masih ingat sekali rapat kami persiapan pendakian gunung mengatakan dua hari lagi kita berangkat. Selama dua hari itu pun saya pun juga mau tidak mau mempersiapkan apa saja yang perlu dibawa. Semua perlengkapan saya pinjam oleh teman saya baik tas, sepatu, dan lain-lain karena memang pada saat di Jakarta tidak ada rencana untuk melakukan pendakian. Perjalanan dimulai pada malam hari menggunakan mobil rental menuju malang untuk melakukan rental perlengkapan daki dan menyewa baju hangat. Setelah itu kami langsung menuju Ranopane untuk bersiap-siap mendaki. Namun, di dalam perjalanan menggunakan mobil , saat subuh-subuh kami bertemu dengan petugas yang menanyakan kami tentang surat kesehatan.
Bulan Desember yang merupakan bulan dengan intensitas hujan tinggi telah membuat kondisi udara menjadi sangat dingin ditambah dengan medan pendakian yang menjadi lebih sulit akibat permukaan tanah yang menjadi lembek dan becek. Setelah tetap berjalan dua jam lagi sampailah saya di Ranu Kumbolo yang terkenal akan kecantikan danaunya. Sesampainya di sana kami langsung masak bersama karena kondisi cuaca hujan dan udara yang dingin membuat kami perlu memulihkan tenaga dengan cara makan mie instant yang hangat tentu sangat memulihkan tenaga di agar dapat melanjutkan perjalanan. Setelah tenaga terisi barulah kami melanjutkan perjalanan dengan mendaki tanjakan cinta yang konon jika kita memikirkan orang yang kita sayang maka hubungan kita akan diperlancar. “Yes asyik banget dah ini” pikirku. Tapi ternyata ada syaratnya jika ingin direstui yaitu pada saat mendaki kita tidak boleh menoleh ke belakang dan harus fokus mendaki ke atas.
Setelah melewati Tanjakan Cinta kita kembali lagi disajikan pesona alam yang luar biasa yaitu hamparan rumput yang luas di oro-oro rombo. Perjalanan dari oro-oro rombo menuju Arcopodo kurang lebih membutuhkan waktu dua jam. Setibanya di Arcopodo jam 8 malam kami langsung membangun tenda dan beristirahat agar dini hari kami dapat memulai pendakian menuju singgah sana para raja yaitu Puncak Gunung Mahameru. Tepat pukul 12 malam kami semua bergegas bangun dengan kondisi udara yang sangat dingin mungkin kayak di dalam kulkas kali ya.
Di pendakian inilah saya memulai turning point yang luar biasa. Tim saya dari Kampung Inggris yang terdiri dari 21 orang berjalan menuju puncak namun lambat laun kami semua terpisah karena kondisinya rombongan yang ingin menanjak ke puncak Mahameru sangatlah banyak. Setelah saya mulai terpisah dan mendaki selama dua jam, aku baru sadar bahwa saya tidak membawa air tetapi karena tidak ada pilihan lain maka aku harus tetap melanjutkan perjalanan dengan harapan aku akan bertemu teman untuk meminta air.
Setelah saya istirahat kurang lebih 30 menit. Saya melanjutkan mendaki kembali sampai akhirnya matahari terbit pun tiba namun saya belum sampai di puncak. Setiap orang yang berpapasan dengan saya yang telah sampai puncak dan ingin turun selalu saya tanyakan apakah puncak masih jauh. Mereka selalu menjawab tenang mas 30 menit lagi. Hal yang menarik adalah setelah 30 menit saya melakukan pendakian ternyata puncak belum terlihat oleh sebab itu saat ada pendaki lain yang berpapasan dengan saya akan kembali saya tanyakan masih jauh mas. Mereka menjawab “1 jam lagilah, De”. Baiklah saya lanjutkan pendakian terus dengan harapan akan sampai. Ternyata tiga sampai empat orang yang saya tanyakan tentang lokasi puncak selalu menjawab 30 menit hingga 1 jam.
Sampai suatu ketika aku sadar apa maksud jawaban mereka. Jawaban mereka merupakan jawaban agar kita tidak putus asa dan terus tetap mendaki dengan selalu bilang sedikit lagi Mas. Setelah terus mendaki pukul 10 pagi tepat saya menginjakan kaki di puncak Gunung Semeru ini.
Saya benar-benar merasa bersyukur luar biasa dengan Gunung
tertinggi di Jawa yang memiliki pemandangan yang luar biasa. Setelah bersantai
di puncak sekitar 30 menit ternyata tidak semua rekan-rekan saya mendaki banyak
di antara mereka kembali ke tenda untuk beristirahat karena sulitnya medan yang
harus ditempuh. Pukul 11:30 pagi akhirnya saya bertemu dengan teman sekelompok
saya, lalu saya pun menuruni gunung Mahameru dengan mereka karena kondisi
puncak gunung Mahameru akan ditutupi oleh kabut yang mengandung sulfur yang
berbahaya bagi pernafasan kami. Pada saat turun terasa sangat mudah karena kami
hanya tinggal berseluncur saja. Waktu
pendakian saya selama 8 jam dibayar dengan waktu turun dengan hanya membutuhkan
waktu kurang dari dua jam. Setelah sampai di tenda kami langsung bergegas makan
dan merapikan tenda untuk menuju Ranu Kumbolo karena di sana terdapat banyak
sumber air yang bisa untuk diminum.
Setelah jalan kurang lebih 2 jam kami semua sampai di Ranu Kumbolo dan langsung mencari air untuk minum. Ide untuk bermalam di Ranu Kumbolo pun sedikit disinggung oleh mentor saya namun karena kami buru-buru ingin kembali maka sore itu juga perjalanan kembali menuju Rano Pane yang kami lalui selama kurang lebih 9 jam karena selama perjalanan kami juga istirahat di pos-pos yang ada di dalam perjalanan kami. Sesampainya kami di Rano Pane sekitar jam 4 pagi dan kami semua langsung tidur di teras rumah yang cukup besar di sana dan pada paginya kami langsung membeli sarapan di warung dan juga membeli souvenir berupa gantungan kunci dan baju sebagai kenang-kenangan. Setelah itu kami langsung rapi-rapi untuk kembali ke kampung Inggris dengan menggunakan mobil.
Di dalam mobil kami pun membuat jadwal acara ngumpul bersama. Acara tersebut dilakukan dua hari setelah kepulangan kami agar kami dapat beristirahat secara penuh di keesokan harinya. Dua hari tersebut benar-benar saya gunakan untuk beristirahat karena gila capek banget ni badannya. Tidak terasa dua hari telah berlalu, kami pun berkumpul kembali dan bercanda gurau satu sama lain. Cerita dan kenangan saat pendakian pun dibahas oleh kami dan itu sangat membekas kepada kami. Mentor saya pun mengatakan kelompok pendakian ini merupakan kelompok yang paling gila.
Iya kami orang gila yang hanya menghabiskan waktu 4 hari 3 malam untuk waktu pergi
mendaki dan pulang ke Kampung Bahasa. Acara ngumpul kami pun diakhiri dengan keinginan untuk bersama-sama mendaki kembali dan menceritakan pengalaman dan
kenangan yang penuh canda tawa di dalam perjalanan. Saya pun ijin untuk pulang
ke asrama duluan karena besok saya harus kembali ke jakarta via kereta.
Di dalam perjalanan menuju jakarta saya sadar bahwa jawaban-jawaban atas rasa penasaran saya tentang Kampung Inggris dan Gunung Mahameru telah terjawab. Melalui pengalaman saat bersusah payah mendaki gunung serta sendirian melalang buana telah mengajarkan saya rasa syukur, tolong menolong, berani mencoba, dan tidak putus asa . Adapun kalimat yang ingin saya bagikan kepada anak muda yang mungkin memiliki rasa cemas dan takut seperti yang saya rasakan. Kalimat tersebut adalah
Kampung Inggris adalah sebuah julukan untuk tempat di Pare, Kediri yang memiliki lebih dari 50 lembaga kursus bahasa inggris dan lebih hebatnya ternyata tidak hanya bahasa inggris melainkan juga ada kursus bahasa Arab, Jepang, Mandarin, Korea, dan Prancis. Tempat ini juga merupakan tempat penulis terkenal Ahmad Fuadi menimba ilmu bahasa arab dan bahasa inggris loh jadi dalam bayanganku tempat pasti keren.
Pada bulan Desember 2014 setelah menyelesaikan ujian, saya berangkat ke Kampung Inggris dengan menggunakan kereta dari Stasiun Senen . Di dalam perjalanan saya sempat berpikir apakah pilihan yang saya ambil tepat?. Namun pemikiran itu langsung dipatahkan oleh besarnya rasa ingin tahu saya yang membuat diri tidak ragu dalam mengambil keputusan. Padahal dibalik rasa ingin tahu itu ada rasa cemas, labil, dan juga takut yang saling melengkapi. Di tengah perjalanan pun tiba-tiba saya ingat suatu quote yang berkata “It would be shame if we didn’t finish what we had started” dan tentu diantara kita tidak ada yang mau menjadi seperti itu dan begitu pun juga saya.
Setelah perjalanan 14 jam sampailah saya di Kediri dan langsung menuju Kampung Bahasa dengan menggunakan ojek. Di pagi itu saya langsung menuju Lembaga Kursus yang saya pilih untuk mengurus jadwal kelas dan tempat saya tinggal. Dari lembaga tersebut memberikan tiga kelas utama di setiap hari dan tempat asrama yang memiliki aturan harus berbincang dengan bahasa inggris dalam kesehariannya. Ada lagi keunikan lembaga ini adalah selain memberikan kelas utama tiap harinya ada juga kelas tambahan yang diberikan secara cuma-cuma bagi pelajar yang ingin mengisi waktu luangnya. Saya pun mengatur jadwal belajar saya dimulai dari jam 5 pagi hingga jam 5 sore. Kira-kira di setiap harinya saya mengikuti tiga kelas utama dan tiga kelas tambahan yang materinya sangat berguna untuk perkembangan bahasa inggris saya. Belajar di Kampung Inggris pun menjadi menyenangkan karena mentor yang merangkap menjadi guru kelas yang saya ambil masih ada yang mahasiswa juga atau dibilang masih muda-muda sehingga memudahkan saya diajak diskusi dan juga melakukan ajang tanya jawab. Ditambah lagi lokasi tempat belajar di outdoor yang menjadi ciri khas dari metode pembelajaran di sini. Saya pun merasakan keberagaman yang luar biasa karena pelajar yang datang untuk meningkatkan ilmu bahasa inggris berasal dari berbagai daerah dari pulau jawa sampai luar pulau jawa.
Di dalam kelas ada tiga metode terapi belajar yang sangat cocok saya ceritakan kepada teman-teman semua.
#1 Terapi Pertama
Untuk kelas speaking/ berbicara pada setiap harinya sebelum memulai kelas kami wajib untuk baris sejajar menghadap depan dan berteriak sambil bercerita apa pun dengan menggunakan tiga buah kata yang diberikan guru kita. Ini sangat seru sekali semua berlomba-lomba untuk terus berbicara begitu pula saya walaupun susunan kalimat menjadi sedikit berantakan namun tujuan dari terapi belajar tersebut adalah memberanikan kita untuk membuka mulu kita terlebih dahulu dan memancing kreatifitas kita untuk membuat kata-kata tersebut menjadi suatu cerita yang menarik.#2 Terapi kedua
Terapi yang juga ada pada kelas speaking/ berbicara adalah debat satu lawan satu dengan mengangkat isu-isu yang diambil dari dalam negeri maupun luar negeri. Keunikan debatnya adalah kita akan debat dengan kondisi saling bersebrangan di jalanan tempat mobil dan motor berlalu lalang. Terdengar gila mungkin namun inilah poin nya jadilah gila yang tetap positif dalam melakukan suatu hal agar dapat menjadi seseorang yang mahir di dalamnya. Debat yang dilakukan kurang lebih 15 menit itu sangatlah melelahkan karena kembali lagi kita perlu berteriak dan saling melempar argumen yang harus secara jelas disampaikan dan didengar oleh lawan debat kita yang berada di sebrang jalan.#3 Terapi Ketiga
Terapi yang terakhir adalah pada setiap pagi kita diberikan kosa kata baru sesuai dengan topik yang diberikan , kita akan diberikan kurang lebih 20-30 kata baru tentang topik itu dan didorong untuk menghafalkannya. Setelah melakukan terapi-terapai tersebut lebih dari tiga hari, saya menyadari bahwa kalau mau belajar bahasa inggris yah kuncinya harus bicara bisa dengan bercerita ataupun memberikan pengalaman, lalu bicara pun harus jelas bukan hanya keras dengan demikian tidak akan ada salah informasi yang ingin disampaikan kepada lawan bicara dan juga, lalu yang terakhir dalam berbincang dengan menggunakan bahasa asing diperlukan kekayaan kosa kata agar lawan bicara pun menjadi lebih jelas mendapatkan informasi yang ingin kita sampaikan.Friend
Kelas Outdoor Kampung Inggris Pare, Kediri |
Perjalanan Gunung
Pertemanan yang saya bangun pun menjadi semakin luas hingga salah seorang teman kelas saya menawarkan untuk mendaki gunung. Wahh karena saya penasaran saya tinggi maka saya mau saja diajak untuk gabung. Saya masih ingat sekali rapat kami persiapan pendakian gunung mengatakan dua hari lagi kita berangkat. Selama dua hari itu pun saya pun juga mau tidak mau mempersiapkan apa saja yang perlu dibawa. Semua perlengkapan saya pinjam oleh teman saya baik tas, sepatu, dan lain-lain karena memang pada saat di Jakarta tidak ada rencana untuk melakukan pendakian. Perjalanan dimulai pada malam hari menggunakan mobil rental menuju malang untuk melakukan rental perlengkapan daki dan menyewa baju hangat. Setelah itu kami langsung menuju Ranopane untuk bersiap-siap mendaki. Namun, di dalam perjalanan menggunakan mobil , saat subuh-subuh kami bertemu dengan petugas yang menanyakan kami tentang surat kesehatan.
Masalah Mewarnai Perjalanan
Akibat persiapan yang terlalu cepat maka hal ini pun kami tidak ingat. Beberapa kali pun kami mengatakan bahwa bagaimana kalau tidak pakai surat kesehatan pak. Namun, bapak petugas itu tetap berkeras hati mengatakan kita harus memiliki surat tersebut karena itu akan menyangkut keselamatan kita selama melakukan pendakian. Akhirnya pun kami harus turun kembali menuju kampung di bawah untuk membuat surat kesehatan. Surat kesehatan ini berisi tekanan darah sebelum melakukan pendakian dan yang terpenting adalah nama serta alamat yang tercantum dalam KTP agar sewaktu-waktu dalam beberapa hari kita tidak kembali maka petugas gunung akan mencari kita. Subuh-subuh setelah mengurus surat kesehatan, kami pun bergegas kembali naik mobil untuk melanjutkan perjalanan. Suasana pagi yang sejuk dan indahnya pegunungan menjadi pesona tersendiri akibat pancaran cahaya matahari pagi. Kami pun sejenak melakukan aktivitas foto-foto dalam perjalanan agar semakin semangat menanti pemandangan yang semakin indah. Setelah perjalanan kurang lebih tiga jam sampailah kami di Ranopane tempat pemberhentian mobil terakhir yang menjadi tempat mulainya ajang pendakian pertama saya ini di Gunung Mahameru.Ranu Kumbolo
Destinasi awal kami adalah Ranu Kumbolo yang merupakan tempat pembuatan film 5 cm. Setelah berjalan selama empat jam saya mulai merasa lelah. Penyesalan akan rasa lelah atas perjalanan daki gunung ini pun muncul membuatku menyesal akan pilihan yang telah aku ambil dan mengatakan di dalam hati bahwa seharusnya aku tidak di sini seharusnya aku di rumah saja belajar seperti para orang umumnya. Hal yang menarik adalah walaupun mengeluh, saya tidak akan ada kesempatan untuk pulang karena saya harus sadar dan berkata ”Mau naik apa juga pulangnya ?”. Kalimat tersebut secara tidak langsung memberitahu saya bahwa saya harus tetap menjalani pendakian ini.hahaha.Bulan Desember yang merupakan bulan dengan intensitas hujan tinggi telah membuat kondisi udara menjadi sangat dingin ditambah dengan medan pendakian yang menjadi lebih sulit akibat permukaan tanah yang menjadi lembek dan becek. Setelah tetap berjalan dua jam lagi sampailah saya di Ranu Kumbolo yang terkenal akan kecantikan danaunya. Sesampainya di sana kami langsung masak bersama karena kondisi cuaca hujan dan udara yang dingin membuat kami perlu memulihkan tenaga dengan cara makan mie instant yang hangat tentu sangat memulihkan tenaga di agar dapat melanjutkan perjalanan. Setelah tenaga terisi barulah kami melanjutkan perjalanan dengan mendaki tanjakan cinta yang konon jika kita memikirkan orang yang kita sayang maka hubungan kita akan diperlancar. “Yes asyik banget dah ini” pikirku. Tapi ternyata ada syaratnya jika ingin direstui yaitu pada saat mendaki kita tidak boleh menoleh ke belakang dan harus fokus mendaki ke atas.
Setelah melewati Tanjakan Cinta kita kembali lagi disajikan pesona alam yang luar biasa yaitu hamparan rumput yang luas di oro-oro rombo. Perjalanan dari oro-oro rombo menuju Arcopodo kurang lebih membutuhkan waktu dua jam. Setibanya di Arcopodo jam 8 malam kami langsung membangun tenda dan beristirahat agar dini hari kami dapat memulai pendakian menuju singgah sana para raja yaitu Puncak Gunung Mahameru. Tepat pukul 12 malam kami semua bergegas bangun dengan kondisi udara yang sangat dingin mungkin kayak di dalam kulkas kali ya.
Di pendakian inilah saya memulai turning point yang luar biasa. Tim saya dari Kampung Inggris yang terdiri dari 21 orang berjalan menuju puncak namun lambat laun kami semua terpisah karena kondisinya rombongan yang ingin menanjak ke puncak Mahameru sangatlah banyak. Setelah saya mulai terpisah dan mendaki selama dua jam, aku baru sadar bahwa saya tidak membawa air tetapi karena tidak ada pilihan lain maka aku harus tetap melanjutkan perjalanan dengan harapan aku akan bertemu teman untuk meminta air.
Turning Point
Setelah sampai di medan curam Gunung Mahameru yang penuh pasir saya mulai keletihan dan merasakan dehidrasi yang luar biasa. Hal ini diperparah karena belum satu pun saya melihat teman sekelompok saya. Sepatu yang saya pinjam dari teman kamar ternyata adalah safety shoes yang ada besi di bagian jejari kakinya saya membuat pendakian menjadi lebih sulit. Sambil menunggu rekan sekelompok untuk meminta air saya duduk di batu di medan pasir tersebut. Namun tak bisa kubohongi bahwa suasana yang dingin membuat badan bergetar kedinginan dan sangat memerlukan air. Di saat kondisiku yang seperti ini tiba-tiba ada pemuda yang sedang mendaki melewati saya bertanya kepada saya “Kenapa dek? Bawa air gak?” tanyanya. Saya pun menjawab dengan lemasnya “Gak bawa Pak”. Tiba-tiba tanpa ia pikir panjang ia langsung menyodorkan botol aqua untuk saya minum dan satu sachet madu kepada saya. Saya merasa bingung kenapa orang ini ingin membantu saya padahal ia bukan rekan kelompok saya. Pemuda ini pun mengatakan “ Kalau lagi sama-sama mendaki semua pendaki itu sodara Mas”. Oalah mendengar itu saya menjadi semangat kembali Setelah ia memberikan makanan dan minuman tersebut, Ia pun bergegas mendaki kembali untuk mengejar rombongannya. Beribu terima kasih pun saya ucapkan kepadanya karena mau membantu orang yang belum pernah ia kenal. Padahal kondisinya dia sudah melewati saya sebelum memberikan bantuan.Setelah saya istirahat kurang lebih 30 menit. Saya melanjutkan mendaki kembali sampai akhirnya matahari terbit pun tiba namun saya belum sampai di puncak. Setiap orang yang berpapasan dengan saya yang telah sampai puncak dan ingin turun selalu saya tanyakan apakah puncak masih jauh. Mereka selalu menjawab tenang mas 30 menit lagi. Hal yang menarik adalah setelah 30 menit saya melakukan pendakian ternyata puncak belum terlihat oleh sebab itu saat ada pendaki lain yang berpapasan dengan saya akan kembali saya tanyakan masih jauh mas. Mereka menjawab “1 jam lagilah, De”. Baiklah saya lanjutkan pendakian terus dengan harapan akan sampai. Ternyata tiga sampai empat orang yang saya tanyakan tentang lokasi puncak selalu menjawab 30 menit hingga 1 jam.
Sampai suatu ketika aku sadar apa maksud jawaban mereka. Jawaban mereka merupakan jawaban agar kita tidak putus asa dan terus tetap mendaki dengan selalu bilang sedikit lagi Mas. Setelah terus mendaki pukul 10 pagi tepat saya menginjakan kaki di puncak Gunung Semeru ini.
Puncak Gunung
Puncak Gunung Mahameru |
Setelah jalan kurang lebih 2 jam kami semua sampai di Ranu Kumbolo dan langsung mencari air untuk minum. Ide untuk bermalam di Ranu Kumbolo pun sedikit disinggung oleh mentor saya namun karena kami buru-buru ingin kembali maka sore itu juga perjalanan kembali menuju Rano Pane yang kami lalui selama kurang lebih 9 jam karena selama perjalanan kami juga istirahat di pos-pos yang ada di dalam perjalanan kami. Sesampainya kami di Rano Pane sekitar jam 4 pagi dan kami semua langsung tidur di teras rumah yang cukup besar di sana dan pada paginya kami langsung membeli sarapan di warung dan juga membeli souvenir berupa gantungan kunci dan baju sebagai kenang-kenangan. Setelah itu kami langsung rapi-rapi untuk kembali ke kampung Inggris dengan menggunakan mobil.
Kumpul Bersama
Di dalam mobil kami pun membuat jadwal acara ngumpul bersama. Acara tersebut dilakukan dua hari setelah kepulangan kami agar kami dapat beristirahat secara penuh di keesokan harinya. Dua hari tersebut benar-benar saya gunakan untuk beristirahat karena gila capek banget ni badannya. Tidak terasa dua hari telah berlalu, kami pun berkumpul kembali dan bercanda gurau satu sama lain. Cerita dan kenangan saat pendakian pun dibahas oleh kami dan itu sangat membekas kepada kami. Mentor saya pun mengatakan kelompok pendakian ini merupakan kelompok yang paling gila.
Rapat Akhir di Cafe Kediri |
Di dalam perjalanan menuju jakarta saya sadar bahwa jawaban-jawaban atas rasa penasaran saya tentang Kampung Inggris dan Gunung Mahameru telah terjawab. Melalui pengalaman saat bersusah payah mendaki gunung serta sendirian melalang buana telah mengajarkan saya rasa syukur, tolong menolong, berani mencoba, dan tidak putus asa . Adapun kalimat yang ingin saya bagikan kepada anak muda yang mungkin memiliki rasa cemas dan takut seperti yang saya rasakan. Kalimat tersebut adalah
“Sesulitnya apa pun rintangan yang ada , kita tetap harus berani melangkah karena saat kita melangkah kita akan berada di tempat yang berbeda”.Salam Pemuda Indonesia
Komentar
Posting Komentar