Minoritas Belajar Bulan Ramadhan




Setiap momen lebaran memang sudah kuputuskan untuk melakukan refleksi diri atas kejadian yang saya lewati. Memang terdengar tidak umum , karena kok yang melakukan refleksi adalah orang yang tidak melakukan ibadah puasa itu sendiri. Saya harus kembali katakan, bahwa momen refleksi lebaran memang memiliki ketertarikan khusus untuk saya pribadi. Bukan ingin dilihat seperti pemikir kelas tinggi, namun inilah sifat penulis yang alami tanpa perlu untuk digali. Kuakui untuk tahun ini memang perjalanan momen lebaran cukup menaik turunkan hati, karena ternyata banyak hal yang terjadi tanpa mengucapkan permisi. Atas keputusan dari dalam diri, berikut beberapa pemikiran atas pembelajaran-pembelajaran saya di momen lebaran yang mungkin kalian rasakan lebih dari sebuah liburan.

            1. Menapaki Setiap Langkah Hingga Puncak Kemenangan


Dalam bulan ramadhan hingga lebaran ini, terkadang saya merasa ada bayangan kesulitan selama 30 hari di teman-teman saya, karena tetap harus berkegiatan penuh dengan kondisi menahan lapar dan haus. Di sisi lain, ternyata ada yang lebih sulit dibayangkan, karena ternyata teman-teman saya akan tetap teguh melangkah untuk puasa hingga hari kemenangan tiba. Dalam pikiran saya mengatakan bahwa satu bulan yang terasa singkat akan menjadi panjang karena ada momen puasa yang menghadirkan masa pasang surut yang terkadang mencoba menggoyahkan langkah kaki untuk terus berjalan tanpa rasa penyelesalan.

     Dapat dikatakan, bahwa setiap langkah hingga puncak kemenangan, merupakan proses pembelajaran yang  melatih diri akan jalan yang tidak mudah, namun akan indah pada akhir masanya. Lebih lagi, kemenangan di momen lebaran pun bukan didefinisikan seperti sebuah hal yang perlu disombongkan, melainkan sebuah perasaan syukur atas mampunya seorang individu untuk menjalani sebuah hakikat diri atas semua titipan yang diberikan Ilahi.

                2. Ajaibnya Mudik bagi Perantau

Dengan hadirnya waktu libur yang cukup lama saat bulan lebaran, ternyata memberikan sedikit kesempatan bagi anak perantauan untuk kembali sejenak ke tempat sederhana, yang disebut rumah di kampung. Momen kembali ke rumah saat lebaran atau dikenal dengan istilah mudik memang, bukan merupakan tren baru namun selalu menghadirkan kesan haru atas perwujudan kalimat “Ayah , Ibu, saya nanti lebaran balik ke kampung ya”. Lebih lagi, mudik juga menjadi perjalanan yang berkesan bagi setiap perantau , karena situlah momen mereka untuk berbagi cerita untuk keluarga kampung di sana.

Tidak berhenti sampai soal mudik, saya pribadi yang dibesarkan di Jakarta ternyata mencoba bertanya tentang apa yang dirasakan teman-teman saat balik ke kampung, khususnya pada bulan lebaran ini. Jawaban teman saya sangat singkat, yakni lebaran adalah bulan baik dan lebih baik lagi jika saya menyempatkan diri untuk  bertemu penyemangat diri sejak saat saya masih bayi ( baca:orang tua). Hanya melalui satu kalimat, namun ternyata mampu membuat saya termenung dalam pemikiran kenapa saya yang dapat kembali kapan pun ke Jakarta menjadi sangat pelit dalam bercerita kepada orang-orang yang saya cinta.

Akhirnya, melalui jawaban teman saya pun ternyata membawa pemikiran saya tentang , momen mudik memang sangat ajaib , terutama bagi perantau yang ingin mendapatkan momen bersama keluarga karib. Selamat mudik !

3. Parsel Penguat Hubungan

Tanpa kita sadari, momen lebaran juga identik dengan munculnya sebuah parsel lengkap dengan sirup, biskuit, hingga kue-kue ringan khas meja ruang tamu. Kehadiran parsel pun seakan menjadi media bagi sesama individu untuk saling memberikan satu sama lain , guna menunjukkan kedekatan hingga menjaga sebuah ikatan. Sementara itu, menurut berdasarkan pengalaman saya, parcel juga menjadi sebuah sebuah bukti kepedulian kita terhadap orang lain, karena nyatanya walaupun dalam keluarga saya yang tidak merayakan hari lebaran, tetapi kami memiliki budaya untuk memberikan parsel kepada satpam, guru, hingga karyawan ibu saya.

Apabila dikalkulasikan harga parsel tentu tidak seberapa dibandingkan dengan hasil kegembiraan dari orang yang kita berikan. Sementara itu, bagi kita yang mendapatkan parsel tentu merasakan rasa bahagia, karena ini menjadi bukti bahwa kita diingat oleh orang lain atas hubungan yang dibuat baik disengaja maupun tidak disengaja. Memberikan parsel memang sudah menjadi budaya yang sudah dibangun sejak lama, namun pada hakikatnya memberikan parsel kepada siapa pun adalah wujud dari arti sebuah perhatian dan kerelaan untuk berbagi.
4.       

                4.Momen Tamasya Bersama Yang Dicinta

“Libur telah tiba,  waktunya kita bertamasya”, inilah pikiran pertama yang muncul dari setiap keluarga yang akhirnya dapat berkumpul kembali untuk jalan-jalan bersama, karena liburan ini merata adanya. Keputusan destinasi perjalanan seakan ringan untuk diucapkan,  karena tidak ada pikiran atas beban kegiatan sehari-hari yang menghambat perjalanan cerita tamasya ini. Bagiku sendiri memang hanya pada waktu inilah, keluarga baik dari ayah dan ibu bisa berkumpul untuk sekadar dua tiga hari menginap di tempat bersama dan saling melepas lelah atas sebuah rutinitas.

Makna tamasya bersama yang dicinta, tentu berkaitan dengan bagaimana seorang individu memprioritaskan keluarga dalam momen ini, karena jelas saja bahwa  momen ini hanya terjadi satu tahun sekali. Tidak hanya itu, momen ini juga menjadi saat-saat kita untuk lepas kangen kepada sanak saudara, karena mungkin saja kita sudah lama tidak melihat sepupu, bibi, paman, hingga kakek nenek kita. Subjek yang kita namakan “Yang dicinta” tentu bukan sekadar pemberian label saja, karena mungkin saja merekalah orang-orang di balik layar dari kesuksesan kita. 




Pembelajaran atas momen lebaran 2017 sepertinya sudah usai. Namun, hasil atas pembelajaran ini tidak boleh terbatas pada teori dan tulisan yang tersusun rapi. Dengan demikian saya ingin menutup dengan artikel ini dengan kalimat:

Lebaran tentu identik dengan euforia kemenangan atas sebuah perjuangan, namun untuk sekarang ini kuharap kita sebagai pejuang tidak terlalu terlelap atas kegembiraan itu, karena perjalanan kita sebagai pembelajar masih sebatas menguatkan akar.


                

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wihara Tertinggi di Indonesia, Pesona Budaya Wihara Buddhagaya Watugong Semarang

Pesona Keberagaman dan Rasa Wisata Kuliner Pasar Semawis, Semarang