Bulan Ramadhan Itu Milik Siapa?



Sesuai dengan judulnya, yakni “Ramadhan itu milik siapa” ternyata telah membuat saya terdorong untuk berbagi pandangan atas apa yang sebenarnya saya rasakan di masa bulan Ramadhan ini. Bukan soal apakah seorang individu adalah muslim atau tidak, namun inilah kenyataan akan sebuah bulan ramadhan yang membawa kehangatan  untuk satu Indonesia yang memiliki latar belakang berbeda-beda . Bisa dikatakan , bahwa hangatnya bulan suci ini sangat merata, baik secara vertikal maupun horizontal. Hal ini juga membuat saya berpikir bahwa jika tidak hanya pada bulan suci kehangatan ini dapat muncul, maka ada keyakinan besar atas Indonesia untuk dapat bersatu dalam perbedaan bukan  berbeda maka perlu untuk dipersatukan.

Dalam kesempatan kali ini, saya akan mencoba berbagi momen yang ternyata dekat dengan keseharian kita tentang bulan ramadhan yang ternyata mungkin dapat menyadarkan kita akan makna dari ramadhan bukan tentang siapa namun apa yang dapat dipelajari walau hanya satu dari dua belas bulan setiap tahun ini. Berikut beberapa cerita singkat dari pengalaman saya selama bulan ramadhan yang mungkin pernah anda rasakan atau mungkin anda aktor yang melakukan:

1.       Rumah Kampung Yang Dirindukan


Berpuasa memang kegiatan sendiri, namun untuk berbuka rasanya lebih lengkap jika dilakukan bersama, terlebih bersama anggota keluarga di kampung tercinta. Tidak satu dua kali saya mendengar teman-teman yang berpuasa mengatakan, bahwa rasanya ingin sekali buka puasa di hari pertama dilaksanakan bersama keluarga. Bahkan, ada yang mengaku bahwa memang di kampung makanan lebih sederhana, namun kesederhanaan itulah yang membuat mereka ingin kembali walau hanya satu hari saja, yakni hari pertama berpuasa.

Kerinduan pada kampung pun memang tak bisa dibayarkan oleh apa pun, kecuali kembali ke rumah itu sendiri. Momen ini pun seakan menampar diri atas tidak mensyukuri waktu saat masih mampu bersama keluarga di kampung yang sekarang terasa mahal karena satu dan lain hal. Jika boleh saya rangkum, cerita teman-teman saya berujung pada nasihat khusus, bahwa terkadang tanpa kita sedari waktu bersama keluarga saat makan adalah waktu yang mungkin dua atau tiga tahun lagi sulit untuk dimiliki karena sibuk dengan kondisi mengejar mimpi. Oleh sebab itu, tidak ada salah kita untuk mencoba lebih menghargai waktu sebelum waktu yang memberikan harga untuk kita.


2.       Tawa Canda Buka Bersama


Tidak seperti bulan biasanya, Bulan Ramadhan memang memiliki daya tarik khusus untuk membuat individu rela datang jauh-jauh untuk sekadar memiliki waktu bersama dalam melakukan kegiatan makan malam. Jika boleh jujur, saya pun mengikuti arus tren kegiatan buka bersama ini dan saya harus mengaku bahwa ada magnet yang sangat kuat dan sulit ditolak untuk tidak mengikutinya. Buka bersama ini pun memberikan pandangan kepada saya, bahwa momen waktu berbuka memang bukan sekadar makan saja, melainkan  waktu untuk seseorang dapat melontarkan cerita hingga saling berbagi rasa ( baca: PDKT).  

Tren buka bersama juga menjadi suatu hal yang wajib dilakukan, tentu memang bukan sekadar ikut-ikutan, melainkan tren ini menunjukkan bahwa kita hidup tidak bisa sendiri dan moment inilah yang membuktikan teori ini. Kalau dipikir-pikir tawa canda saat berbuka pun seakan mahal untuk didapatkan karena ternyata moment ini hanya dilakukan satu tahun sekali. Terlebih lagi, saya rasa tawa canda saat makan merupakan pola kegembiraan yang wajib dinikmati bagi semua orang, karena pada hakikatnya makan adalah suatu kegiatan teratur dan tawa canda saat makan adalah sedikit bentuk wujud rasa syukur.

3.       Pintu Menghargai Sesama


Seiring hari berganti dalam bulan ramadhan ini,  ternyata secara tidak langsung  membawa kita masuk ke dalam pintu menghargai teman yang sedang melakukan puasa. Menghargai memang sebuah kata kerja yang sudah kita dapatkan sejak duduk sekolah dasar, namun di sekolah hanya sebatas mengetahui bentuk pintu menghargai belum sampai praktik mengetuk dan masuk ke dalamnya. Sifat menghargai teman yang sedang berpuasa pun  , seperti memberikan support kepada mereka menuju sebuah kesuksesan, yakni puasa yang penuh dalam satu bulan.  

Pintu menghargai sesama memang bukan pintu biasa, terlebih saat kamu mencoba untuk berani membuka dan bertemu orang-orang di dalamnya. Terus terang saja, memang saat memasuki pintu menghargai sesama akan membuatmu masuk ke dunia yang berbeda , karena di dalamnya penuh keberagaman yang mungkin kita tidak terbiasa. Pintu menghargai sesama memang benar atas keunikannya dan perbedaannya,  namun pintu inilah bentuk nyata hidup di bumi yang penuh rasa menghargai karena hidup bukan tentang diri sendiri.

4.       Komitmen Nyata kepadaNya


Puasa itu sebuah komitmen, inilah yang teman saya katakan saat saya bertanya tentang pandangan dia terkait mengapa ia puasa. Bisa dikatakan bahwa, jawaban yang terang dan tegas inilah yang membuat saya semakin yakin bahwa puasa bukan hal biasa, terlebih ini merupakan sebuah komitmen kepada pencipta manusia. Jawaban teman saya pun seakan membuktikan ketaatan yang tidak bisa digoyahkan, karena memang ia melakukan puasa bukan karena ikut dalam arus, melainkan menemukan inti adanya arus tersebut dan merefleksikannya dalam setiap hari dalam puasanya.


Kembali kepada jawaban tentang komitmen, ternyata itu  telah menghilangkan rasa penasaran saya. Jika boleh menambahkan, saya melihat teman saya yang berpuasa memang menjadi individu yang berkegiatan dengan lebih penuh dengan kesadaran. Makna kesadaran dari puasa itu sendiri, berarti sadar atas menahan lapar haus, sadar memilih makanan saat berbuka dan sahur, sadar atas kewajiban beribadah teratur, dan sadar untuk merefleksikan kegiatan dan sumbangsih apa yang telah diberikan setiap harinya. 



Setelah bercerita beberapa adegan ini, mungkin kalian bertanya dan mencari jawaban tentang Ramadhan itu milik siapa? Untuk versi saya sendiri , maka saya akan menjawab dengan kalimat :

Hangatnya Bulan Suci Ramadhan seharusnya memang bukan milik satu individu ataupun satu keluarga tertentu, karena hakikat bulan ini adalah sebuah waktu berbagi arti kepada orang lain melalui kegiatan kecil seperti bercerita tentang makna bulan suci di bumi pertiwi( Indonesia )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minoritas Belajar Bulan Ramadhan

Wihara Tertinggi di Indonesia, Pesona Budaya Wihara Buddhagaya Watugong Semarang

Pesona Keberagaman dan Rasa Wisata Kuliner Pasar Semawis, Semarang