Gila Berbagi atau Lagi Berbagi



Es kelapa itu mansi ya


           Sebelum membaca cerita ini, ijinkan saya untuk mengajak temen-temen melakukan refleksi diri dan bertanya pada hati tentang ”Maukah kita tetap berbagi di saat masa-masa sulit sedang menimpa diri kita?” Saya yakin jawabannya akan sangat beragam tetapi percayalah bahwa kita akan cenderung menjawab “Mau”. Jawaban tersebut tentu bukan jawaban untuk ajang menyombongkan diri namun berbagi memang sifat alami manusia yang memang sudah ada sejak lahir. Ada benar rasanya bahwa terkadang masalah yang kita alami telah berhasil memudarkan arti dari kata berbagi. Namun, apakah kata berbagi tersebut menjadi beban bagi kita saat sedang berada di masa sulit atau merupakan peran kita sebagai manusia untuk saling membantu? Harapan saya melalui cerita pengalaman singkat ini dapat membuat para pembaca sedikit menemukan arti dari berbagi apakah sebagai beban atau peran? Selamat membaca ya.



Masalah


Baik saya akan kembali memulai cerita dengan pertanyaan simpel yang tentunya dapat dijawab dengan mudah oleh temen-temen. Bagaimana jika di saat kita menghadapi kesulitan dan sangat membutuhkan pertolongan namun orang yang kita anggap dapat menolong ternyata membiarkan kita begitu saja? Marah iya. Sedih tentu. Bingung juga iya. Tetapi di balik perasaaan itu semua, ternyata ada hal manis yang menunggu saya.

Operasi Ban Motor
Cerita ini dimulai ketika saya ingin mengikuti acara buka bersama yang dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa. Memang benar momen bukber atau buka bersama menjadi ajang berkumpul untuk sekedar melepas penat akan padatnya kegiatan hari dan silahturahmi untuk setiap individu. Namun, tidak disangka dalam perjalanan menuju tempat tersebut, momen yang begitu pas terjadi pun harus saya alami. Tiba-tiba ban motor yang saya kendarai bocor dan oleng jika saya paksa untuk melanjutkan perjalanan. Teman saya yang pada saat itu saya gonceng pun akhirnya harus meminta tolong dijemput orang lain dan saya harus bergegas ke bengkel terdekat. Kondisi jalan besar yang sedang ramai menjelang 40 menit untuk buka puasa pun tak bisa saya hindari. Namun, di sisi lain saya pun tidak memiliki pilihan lain selain mendorong motor menuju bengkel terdekat yang saya ketahui.


Setelah kurang lebih mendorong motor 15 menit sampailah saya pada bengkel yang saya yakin dapat membantu saya. Namun, amat disayangkan momen yang begitu pas harus kembali terjadi. Mas-mas bengkel baru saja menutup gerbang ruko mereka. Saya dengan memasang muka mengharapkan pertolongan pun berkata“Mas, ban saya bocor tolong bantu untuk gantiin ban boleh?” Kurang lebih begitulah kalimat pertolongan saya kepada mas tersebut. Namun ternyata, mas tersebut dengan cepat sekali menjawab pertanyaan saya “Ke depanan aja de, mungkin ada bengkel di sana soalnya kami mau balik sekarang”. Oke mungkin inilah momen yang saya sebut marah, sedih, dan bingung menjadi satu. Mungkin sedikit berlebihan namun apakah kalian juga akan merasakan hal yang sama jika mengalami penolakan saat meminta bantuan kepada seseorang yang kalian percaya dapat membantu. Rasa kesel pun ada karena harus kuakui dan kita sadari kita sebagai orang Indonesia kadang memiliki cara penjelasan arah dengan tidak jelas bahkan terkadang membingungkan. Dalam hati saya berkata” Depan itu sampai mana toh, Mas”. 

Setelah dari bengkel tersebut, kembalilah saya mendorong motor menuju arah depan yang diberikan oleh mas tersebut walaupun sejujurnya saya tidak tahu apakah ada bengkel di sana. Setelah mendorong 10 menit ternyata sampai saya pada bengkel yang masih buka namun ternyata tidak ada orang yang dapat menggantikan ban motor saya karena mereka sudah pulang. Saya pun mendapat saran dari pemilik bengkel “Coba aja mas ke ujung kayaknya ada bengkel lagi”. Lagi-lagi penjelasan yang tidak saya mengerti muncul kembali. Di saat itu mungkin saya pasrah untuk mengikuti arahan dari pemilik bengkel tersebut dan kembali mendorong motor saya menuju ujung ala pemilik toko. Selang 10 menit mendorong motor sampailah saya pada bengkel yang menurut saya jauh lebih kecil, lebih sederhana, dan sepi. Tetapi ternyata di sinilah saya mendapatkan pertolongan yang membuat saya lega layaknya siswa SMA mendengar pengumuman kelulusan. Abang bengkel yang tiba-tiba muncul pun langsung berkata kepada saya” Wah ban bocor de, dorong depan dikit..saya bantu ganti”. Akhirnya cerita mendorong motor pun berakhir dengan kalimat beliau yang juga telah membuat jawaban kata depan dan kata ujung berakhir.


Berbagi


Tertolong itu terasa manis, tetapi menolong akan memberi kemanisan lebih lagi 

Sembari Bapak ini mengganti ban saya, saya pun mengobrol, menanyakan nama beliau dan juga bercerita kepada beliau mengapa saya bisa sampai ke sini sambil mendorong motor dengan ban yang bocor. Padahal di sisi lain, banyak bengkel motor yang saya telah lewati yang seharusnya dapat membantu mengganti ban saya. Seusai saya bercerita, dia hanya berkata dengan singkat” Yah yang hanya bisa saya bagi dan bantu ya ini gantiin ban motor orang saat bocor atau isiin angin ban kalau kurang angin” . Mendengar kalimat bapak itu, saya bingung harus merespon beliau seperti apa karena di dalam hati saya ingin berkata “ Pak , saya rasa yang bapak lakukan itu bukan “hanya” melainkan karya dari ketulusan hati untuk membantu orang lain”.

Jujur saya memang bukan pribadi yang selalu ceria, jarang kerja keras bahkan kadang sering mengeluh. Namun, inilah momen dalam hidup yang memberikan saya pelajaran bukan saat di bangku kelas tetapi pelajaran tersebut tidak kalah penting untuk kehidupan saya. Melalui pengalaman ini, ternyata dapat memberi pelajaran yang berharga kepada kita bahwa kadang kita tidak peka dengan profesi-profesi yang minoritas di lingkungan kita. Menjadi karyawan, pengusaha, guru, bahkan dokter tentu mudah untuk kita berikan apresiasi namun bagaimana dengan profesi kecil seperti tukang tambal ban. Terdengar unik dan mungkin aneh namun profesi inilah yang telah membuka mata saya tentang arti kata ceria, kerja keras, tidak mengeluh,dan berbagi.

Buka Bersama

Dug Dug Dug. Adzan maghrib pun telah berbunyi menandakan inilah momen untuk berbuka puasa. Di saat itu isi dompet saya hanya tersisa 6 ribu rupiah namun saya ingin sekali dapat berbuka puasa dengan Pak Bulba. Sejujurnya saya memang tidak berpuasa ditambah lagi memilih untuk mengosongkan dompet ternyata memang tidak mudah. Saat niat saya untuk berbagi muncul ternyata pikiran pun pendapat pribadinya “ Mau ngapain sih sok-sok an beliin minuman untuk orang yang baru aja bantu lu satu kali??” Benar juga sih, tetapi di saat itu juga ternyata hati berkata lain “Ayo Van berbagi, kau tidak akan merasa rugi” ujar hati saya. Mungkin inilah yang disebut saat hati sudah berbicara badai pun tak mampu menggoyahkan langkah. Ini pun terdengar gila karena saya lebih mengikuti suara hati saya yang terdengar lembek. Namun, inilah momen yang saya sebut saya hanya lagi berbagi.

Kesegaran es kelapa muda pun menjadi awal pertemanan kami bukan sebagai pelanggan atau tukang tambal ban melainkan sebagai keluarga baru yang tumbuh melalui aktivitas berbagi. Terdengar gila karena dengan dua gelas kelapa muda dapat menjadi keluarga tetapi inilah nilai kemanusiaan yang saya pikir terdengar gila namun benar untuk dilakukan. Untuk mengabadikan momen itu pun saya mengajak Pak Bulba ini foto sambil berkata “Pak senyum dong hehehe” tutur saya. Namun, dia membalas kalimat saya dengan sambil tertawa “Oalah de, saya malu seumur-umur saya gak pernah mendapatkan momen seperti ini”. Enam ribu rupiah yang menjadi dua gelas es kelapa muda tak akan kami lupakan karena di sinilah kami merasakan adanya sifat kemanusiaan yang kami tunggu-tunggu. Kami pun merasa bersyukur dan puas dapat mengalami kesempatan untuk merasakan berbagi di momen yang sederhana ini.

Lebaran



Kuberbagi
Masuk dalam momen lebaran kembali lagi saya ingin bertanya kepada teman-teman “Pernahkah kalian merindukan seseorang yang pernah menolong dan membuat hidup kalian menjadi lebih ceria?” Jawaban saya “Iya, saya pernah dan itu terjadi saat bulan lebaran”. Entah mengapa semenjak saya kuliah, saya merasakan ada panggilan untuk mencoba berbagi di bulan suci ini. Jika tahun 2015 saya berbagi dengan polisi yang menilang saya di bulan puasa maka untuk momen berbagi tahun ini saya ingin kembali berbagi dengan seseorang telah membantu saya di bulan puasa. Yup benar Pak Bulba. Entah mengapa saya rindu dengan beliau yang hidup dalam kesederhaan tetapi memiliki semangat yang tidak sederhana. Momen berbagi parsel pun kami lewati dengan sangat senang karena dapat bersilahturahmi dan tentunya kembali berbagi. Ada hal yang membekas di hati saya bahwa tanpa kita sadari mencoba untuk berbagi momen baik mampu membawa diri kita sampai pada kesimpulan bahwa dengan sedikit saja peka dan peduli dengan sekitar maka kita dapat belajar banyak hal.


Akhir


Tidak berhenti sampai cerita berbagi saat lebaran. Ternyata saya kembali dihadapkan dengan momen yang tidak pernah saya duga. Satu minggu setelah saya mengupload foto tentang kegiatan berbagi saat lebaran tiba-tiba ada teman yang bertanya kepada saya “Lu gila berbagi yaa, Van??”. Pada saat itu saya hanya mampu jawab “Kagak..gua lagi berbagi aja”. Oke percakapan simpel itu berhenti di sana namun entah mengapa pertanyaan tersebut membuat saya berpikir apakah saya gila ya? atau apakah yang saya perbuat itu tidak masuk akal? Entah saya harus menanggapi pertanyaan tersebut sebagai sindirian atau pujian. Namun, pada dasarnya baik gila berbagi atau lagi-lagi berbagi merupakan frasa yang memiliki kesamaan pada kata kerja dan kata sifat yang dapat berarti positif dan negatif. Temen-temen pun tentu memiliki pengertian sendiri akan kedua frasa tersebut. Akan tetapi pada hakekatnya baik lagi atau gila, yang pasti adalah berbagi ya berbagi.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minoritas Belajar Bulan Ramadhan

Wihara Tertinggi di Indonesia, Pesona Budaya Wihara Buddhagaya Watugong Semarang

Pesona Keberagaman dan Rasa Wisata Kuliner Pasar Semawis, Semarang